Kamis, 04 Juni 2009

Pameran Nusantara “Menilik Akar” 2009

Rancangan Dasar
Pameran Nusantara 2009 “Menilik Akar”

Sketsa Kuratorial

Dalam sebuah artikel pendek yang kurang begitu dikenal publik, sejarawan sosialis Eric J. Hobsbawm membeberkan pendapatnya bahwa sebuah bangsa itu lahir karena “ditemukan”, dan nasionalisme adalah sebuah invented tradition, yakni sebuah tradisi yang harus terus-menerus digali. Dengan ungkapan tersebut Hobsbawm mengingatkan bahwa nasionalisme sebuah negara merupakan sebuah pencarian yang tak akan pernah berhenti karena ia bisa terus digali dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan aktual.

Sementara itu Anthony Giddens berpendapat bahwa negara adalah sebuah wadah yang berisi berbagai kekuatan yang berbeda yang saling menggesek satu sama lain. Dengan mengandaikan negara seperti apa yang dikemukakan oleh Giddens tersebut, maka titik relevansi dari hal serupa yang dikatakan oleh Clifford Geertz adalah bahwa setiap negara membutuhkan sebuah “nasionalisme” karena dari sanalah akan menjadi tali perekat antara berbagai kekuatan tersebut. Sedang pandangan bahwa sebuah nasionalisme bisa berfungsi sebagai primordialism and civic tie seperti yang dianjurkan oleh Geertz di atas, semuanya berpulang kembali pada publik di negara bersangkutan dalam menghormati segala hal yang telah mereka miliki.

Salah satu hal penting yang dimiliki publik dalam sebuah negara bangsa adalah imajinasi atas kehidupan bersama, dan ihwal identitas. Kita telah mampu membayangkan sebuah komunitas bersama yang dibatasi oleh wilayah teritorial dan pengandaian tentang sejarah yang dianggap sama (meminjam cara pandang Benedict Anderson) yang kemudian menghasilkan satu rasa tersatukan sebagai bangsa. Maka, pada dasarnya apa yang kita tunjuk dengan istilah bangsa akhirnya tidak lebih dari sejumlah pengandaian, atau impian. Dan itu bisa berarti semu belaka. Sebab antara saya/kita dengan "saudara" saya/kita si Tengku di Meulaboh, Uda Koto di Bukittinggi, Cak Rojaki di Bangkalan, Madura, atau si Mangge dari suku Kaili di Sulawesi Tengah, tidak diikat oleh garis apa pun selain oleh adanya pengandaian tentang sebuah nasib yang kurang-lebih sama. Pembayangan tentang sebuah sejarah praktis disamakan, yakni bangsa. Pembentukan kerangka imajiner untuk terus mempertahankan dan menerjemahkan "bayangan" atau khayalan kita itu di antaranya adalah dengan pendirian negara.

Negara menjadi realitas yang seolah aktual karena memiliki daya dukung untuk mengoperasikannya, menjadi jalinan relasi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Negara hadir secara faktual lewat serangkaian operasi (entah via media atau perangkat kuasa lain) yang dibahasakan setiap hari sehingga menjadi realitas yang langsung berhadapan dan teralami bersama kita. Negara dan bangsa adalah contoh termudah untuk melihat bagaimana sesuatu yang pada dasarnya semu, kemudian diperlakukan sebagai kenyataan nyaris tanpa bantahan. Kita seperti menerima itu sebagai sesuatu yang given (terberi).

Alhasil, negara bagai sebuah impian yang (kadang) menjadi kenyataan, karena kita bisa terlibat secara (inter)aktif dengan kerangka imajinernya itu sendiri. Negara menjadi nyata karena kita masuk ke dalamnya, menjadi bagian darinya, dan sebaliknya kalau perlu, ramai-ramai menafikkannya. Maka, dengan demikian, memandang Indonesia kini, bisa jadi, layaknya memberlakukan sebuah mimpi seperti halnya mengelola sebuah permainan. Dibutuhkan banyak eksplorasi dan eksperimentasi untuk menjadi anggota di dalamnya. Bukan statis seolah semuanya serba terberi tanpa kita berupaya untuk mencoba “mengonstruksi”.

Problem ini tentu menjadi kian rumit ketika dewasa ini globalisasi telah menawarkan orientasi borderless ataupun trans(national) identity, yakni ketika semua orang berhak menentukan siapa dirinya tanpa harus terkungkung oleh nilai dan bayangan imajiner kolektif yang dibangun sebagai konstruksi resmi negara. Dengan demikian proses sosialisasi dan pengalaman interaksi tiap-tiap orang sebagai bagian dari bangsa Indonesia, sangat mempengaruhi bentuk pemahaman, memori kolektif, dan orientasi sosial kultural orang-orang tersebut sebagai warga. Dalam pada itu berbagai kebijakan negara yang berusaha menciptakan “identitas” kolektif, senantiasa dirasakan sebagai sebuah tawaran tanpa pilihan, bahkan terasa sebagai sebuah pemaksaan. Akibatnya muncul respon yang beragam: dari mengakomodasi atau menerima hingga penolakan. Di sinilah sebenarnya citra ke-Indonesia-an tengah dan terus diuji hingga kini.

Dari kerangka berpikir atas fakta-fakta sosial yang terpapar singkat di atas, maka perhelatan Pameran Nusantara 2009 ini berupaya menjadi ruang bersama untuk menilik dan membicarakan lebih lanjut ihwal akar imajinasi dan identitas ke-Indonesia-an tersebut hingga orientasinya ke depan. Tentu bukan perkara yang bombastis kalau kemudian para perupa (sebagai bagian penting dari negara bangsa ini) melakukan pembacaan, pemetaan, penyikapan dan pelontaran komitmen personal atas fakta-fakta tersebut. Tentu tetap dengan bahasa visual yang menjadi perangkat utama para perupa.

Pola Seleksi

Kurator akan memilih sekitar 75 perupa/kelompok perupa yang akan dilibatkan sebagai peserta pameran. Dari jumlah tersebut, 80% dipilih dari hasil seleksi atas karya perupa yang mengajukan diri, dan 20% berasal dari undangan yang ditentukan oleh kurator.

Ketentuan Waktu Pelaksanaan
1. Pameran berlangsung 19-31 Mei 2009. Acara pembukaan hari Selasa, 19 Mei 2009 pukul 19.30. Seminar/diskusi diselenggarakan tanggal 20 Mei 2009.
2. Peserta mengambil atau mengakses, dan lalu mengisi formulir pendaftaran yang disediakan panitia di seluruh Taman Budaya di Indonesia, atau tempat-tempat yang telah ditentukan, atau mengakses di www.pameran-nusantara.blogspot.com. Juga bisa meminta ke e-mail: pameran-nusantara2009@gmail.com dan pamerannusantara@yahoo.com. Atau mengambil di Galeri Nasional Indonesia, Jln. Medan Merdeka Timur No.14, Jakarta Pusat.
3. Proposal karya peserta (berisi foto dan data karya serta biodata perupa) harus sudah diserahkan kepada panitia Pameran Nusantara 2009 maksimal pada hari Minggu, 21 April 2009. Panitia tidak memperkenankan pengiriman proposal karya melalui email.
4. Seleksi akan dilakukan pada tanggal 22-23 April 2005.
5. Pengumuman hasil seleksi dilakukan pada tanggal 24 April 2005 lewat surat pemberitahuan, milist, website www.galeri-nasional.or.id, weblog www.pameran-nusantara.blogspot.com, dan lewat media lain.
6. Pengiriman materi karya yang lulus seleksi dilakukan mulai paling lambat tanggal 10 Mei 2009, dan dikirim ke Panitia Pameran Nusantara 2009, d/a Galeri Nasional Indonesia, Jln. Medan Merdeka Timur No.14, Jakarta Pusat. Apabila pengiriman melewati tanggal yang telah ditentukan, panitia tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan karya tersebut.
7. Sementara bagi yang tidak lulus seleksi, panitia tidak akan mengembalikan seluruh berkas proposal yang dikirimkan.

Ketentuan Kepesertaan
1. Peserta adalah Warga Negara Indonesia, bisa mengatasnamakan secara tunggal (individual) maupun kelompok (komunal).
2. Usia peserta tidak dibatasi.
3. Peserta hanya diperkenankan menampilkan satu buah karya, dengan pilihan teknik, gaya, ukuran, material dan medium bebas, kecuali karya ephemeral art (seni sesaat) seperti performance art, dan semacamnya. Apabila ada ketidakwajaran dalam hal ukuran atau material karya yang berpotensi membahayakan publik dan ruang, panitia berhak memberi pembatasan setelah terlebih dulu dikompromikan dengan peserta.
4. Karya yang akan dipamerkan merupakan karya terbaru, atau setidaknya dibuat dalam kurun waktu tahun 2009 dan belum pernah dipamerkan di GNI atau galeri dan tempat lain di Jakarta.
5. Untuk karya tertentu seperti instalasi, video-art, maket dan semacamnya, calon peserta bisa mengajukan dalam bentuk proposal dengan menyertakan contoh sketsa, image, atau ilustrasi yang lengkap dan representatif.
6. Panitia tidak memberi fasilitas apapun dalam pengeksposisian karya, kecuali yg sudah tersedia/dipunyai GNI.
7. Semua peserta wajib memberikan catatan konsep atas karya yang diajukan. Akan lebih baik jika semua data dan citra (image) tersebut dilengkapi dalam bentuk digital (CD).
8. Pendisplaian karya merupakan kewenangan panitia/kurator dengan tetap memperhatikan usulan/masukan dari perupa peserta.
9. Panitia hanya akan menanggung pembiayaan pengiriman balik karya (setelah dipamerkan) dari Galeri Nasional Indonesia ke alamat perupa.
10. Peserta dihimbau untuk hadir dalam acara pembukaan pameran dan diskusi, dengan transport dan akomodasi ditanggung peserta, panitia hanya menyediakan wiswa, secara terbatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar